Dalam hubungan berumah tangga, pastilah kita mengharapkan hubungan yang langgeng, bahagia dan terus bersama hingga maut memisahkan. Masalah dalam kehidupan berumah tangga memang pasti ada.
Namun, sebagai pasangan suami istri yang telah berkomitmen di hadapan Allah haruslah berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan rumah tangga bersama-sama. Sayangnya, dewasa ini makin banyak pasangan suami istri yang merasa bahwa permasalahan mereka tidak akan terselesaikan kecuali dengan bercerai.
Perceraian atau bisa juga disebut talak adalah pemutusan hubungan suami istri dari hubungan pernikahan yang sah menurut aturan agama Islam dan negara. Perceraian dianggap sebagai cara terakhir yang bisa diambil oleh pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah yang mungkin mereka miliki.
Padahal tidak menutup kemungkinan jika keputusan bercerai yang mereka ambil akan membawa masalah berikutnya, terutama yang berkaitan dengan hak asuh anak. Oleh karena itu, sebaiknya kita sebisa mungkin berusaha untuk mencegah terjadinya perceraian ini.
Baca Juga : Tips Menjalin Hubungan Awet sampai Kakek Nenek
Hukum Perceraian
Hukum perceraian dalam Islam bisa beragam. Berdasarkan akar masalah, proses mediasi dan lain sebagainya, perceraian bisa bernilai wajib, sunnah, makruh, mubah, hingga haram.
Berikut ini akan dibahas perincian hukum perceraian dalam Islam:
Perceraian Wajib
Sebuah perceraian bisa memiliki hukum wajib, jika pasangan suami istri tersebut tidak lagi bisa berdamai. Mereka berdua sudah tidak lagi memiliki jalan keluar lain selain bercerai untuk menyelesaikan masalahnya. Bahkan, setelah adanya dua orang wakil dari pihak suami dan istri, permasalahan rumah tangga tersebut tidak kunjung selesai dan suami istri tidak bisa berdamai. Biasanya, masalah ini akan dibawa ke pengadilan dan jika pengadilan memutuskan bahwa talak atau cerai adalah keputusan yang terbaik, maka perceraian tersebut menjadi wajib hukumnya.
Selain adanya permasalahan yang tidak bisa diselesaikan, ada lagi alasan lain yang membuat bercerai menjadi wajib hukumnya. Yaitu ketika si istri melakukan perbuatan keji dan tidak lagi mau bertaubat, atau ketika istri murtad atau keluar dari agama Islam. Dalam masalah ini, seorang suami menjadi wajib untuk menceraikannya.
Perceraian Sunah
Ternyata, perceraian juga bisa mendapatkan hukum sunnah ketika terjadi syarat-syarat tertentu. Salah satu penyebab perceraian menjadi sunnah hukumnya adalah ketika seorang suami tidak mampu menanggung kebutuhan istrinya. Selain itu, ketika seorang istri tidak lagi menjaga martabat dirinya dan suami tidak mampu lagi membimbingnya, maka disunnahkan untuk seorang suami menceraikannya.
Perceraian Makruh
Jika seorang istri memiliki akhlak yang mulia, mempunyai pengetahuan agama yang baik, maka hukum untuk menceraikannya adalah makruh. Inilah hukum asal dari perceraian. Hal ini dianggap suami tersebut sebenarnya tidak memiliki sebab yang jelas mengapa harus menceraikan istrinya, jika rumah tangga mereka sebenarnya masih bisa diselamatkan.
Perceraian Mubah
Ada beberapa sebab tertentu yang menjadikan hukum bercerai adalah mubah. Misalnya, ketika suami sudah tidak lagi memiliki keinginan nafsunya atau ketika istri belum datang haid atau telah putus haidnya.
Perceraian Haram
Ada kalanya perceraian yang dilakukan memiliki hukum haram dalam Islam. Hal ini terjadi jika seorang suami menceraikan istrinya pada saat si istri sedang haid atau nifas, atau ketika istri pada masa suci dan di saat suci tersebut suami telah berjimak dengan istrinya. Selain itu, seorang suami juga haram untuk menceraikan istrinya jika bertujuan untuk mencegah istrinya menuntut hartanya. Tidak hanya itu, diharamkan juga untuk mengucapkan talak lebih dari satu kali.
Rukun Perceraian
Dalam proses perceraian pun, Islam telah memiliki aturan atau rukun sendiri yang harus dipenuhi. Hal ini merupakan syarat sahnya perceraian, sehingga jika tidak dipenuhi maka tidak sah pula proses perceraian tersebut. Berikut ini adalah rukun perceraian yang harus diketahui:
Rukun Perceraian untuk Suami
Perceraian tersebut akan menjadi sah, apabila seorang suami berakal sehat, baligh dan dengan kemauan sendiri. Maka, jika suami tersebut menceraikan istrinya karena ada paksaan dari pihak lain, seperti orang tua ataupun keluarganya, maka perceraian tersebut menjadi tidak sah.
Rukun Perceraian untuk Istri
Sementara itu, seorang istri akan sah perceraiannya, jika akad nikahnya dengan suami sah dan dia belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya.
Jenis-jenis Cerai
Mungkin sebelumnya kita telah sedikit mengetahui bahwa perceraian atau talak bisa dilakukan oleh suami, atau istri yang menuntut cerai suaminya. Berikut ini akan dibahas jenis-jenis cerai yang bisa dibedakan dari siapa kata cerai tersebut terucap.
A. Cerai Talak oleh Suami
Perceraian ini yang paling umum terjadi, yaitu si suami yang menceraikan istrinya. Hal ini bisa saja terjadi karena berbagai sebab. Dengan suami mengucapkan kata talak pada istrinya, masa saat itu juga perceraian telah terjadi, tanpa perlu menunggu keputusan pengadilan.
Talak Raj’i
Pada talak raj’I, suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada istrinya. Suami boleh rujuk kembali dengan istrinya ketika masih dalam masa iddah. Namun, jika masa iddah telah habis, suami tidak boleh lagi rujuk kecuali dengan melakukan akad nikah baru.
Talak Bain
Talak Baik adalah perceraian dimana suami mengucapkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kondisi ini, istri tidak boleh dirujuk kembali. Suami baru akan boleh merujuk istrinya kembali jika istrinya telah menikah dengan lelaki lain dan berhubungan suami istri dengan suami yang baru lalu diceraikan dan habis masa iddahnya.
Talak Sunni
Talak sunni ini adalah ketika suami mengucapkan cerai talak kepada istrinya yang masih suci dan belum melakukan hubungan suami istri saat masih suci tersebut.
Talak Bid’i
Suami mengucapkan talak kepada istrinya saat istrinya sedang dalam keadaan haid atau ketika istrinya sedang suci namun sudah disetubuhi.
Talak Taklik
Pada talak taklik, seorang suami akan menceraikan istrinya dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini, jika syarat atau sebab yang ditentukan itu berlaku, maka terjadilah perceraian atau talak.
B. Gugat Cerai Istri
Berbeda dengan talak yang dilakukan oleh suami, gugat cerai istri ini harus menunggu keputusan dari pengadilan.
Fasakh
Fasakh merupakan pengajuan cerai tanpa adanya kompensasi dari istri ke suami akibat beberapa perkara, antara lain suami tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan berturut-turut, suami meninggalkan istri selama 4 bulan berturut-turut tanpa kabar, suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah (baik sebagian atau seluruhnya) sebelum terjadinya hubungan suami istri, atau adanya perlakuan buruk dari suami kepada istrinya.
Khulu’
Adalah perceraian yang merupakan buah kesepakatan antara suami dan istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami. Terkait dengan hal ini terdapat pada surat al Baqarah ayat 229.
Hal penting yang wajib diketahui adalah perceraian dibolehkan. Namun, Perbuatan ini merupakan salah satu yang tidak disukai Allah. Cerai adalah suatu godaan setan untuk menggoyahkan sebuah rumah tangga agar berpisah. Nauzubillah
Semoga bagi kalian yang sudah menikah maupun yang belum bisa terus bersama tanpa adanya perceraian. Langgeng terus sampai kakek nenek hingga maut memisahkan. Aamiin
Wallahu a’lam..
Referensi (Selasa, 24 Maret 2020) :
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-perceraian-dalam-islam
Sumber gambar : pinterest
HUKUM PERCERAIAN DAN JENIS-JENIS PERCERAIAN DALAM ISLAM
Reviewed by Annisa Wally
on
15:29
Rating:
No comments: